Lompat ke isi

Pinang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Pohon Pinang)

Pinang
Lukisan dari Koehler
Klasifikasi ilmiah Sunting klasifikasi ini
Kerajaan: Plantae
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Genus: Areca
Spesies:
A. catechu
Nama binomial
Areca catechu

Pinang[1] (Areca catechu) (bahasa Inggris: Betel palm) adalah salah satu jenis tumbuhan monokotil yang tergolong palem-paleman. Pohon pinang masuk ke dalam famili Arecaceae pada ordo Arecales. Pohon ini merupakan salah satu tanaman dengan nilai ekonomi dan potensi yang cukup tinggi. Tanaman yang memiliki batang lurus dan ramping ini memiliki banyak sekali manfaat dan umum dikenal sebagai tanaman obat. Pemanfaatan tanaman pinang selain untuk ekspor ke Tiongkok dan beberapa negara Asia Selatan, di beberapa daerah Sumatra dan Kalimantan dimanfaatkan untuk acara seremonial seperti ramuan sirih pinang untuk upacara adat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mengubah pola pemanfaatan tanaman pinang seperti untuk keperluan farmasi dan industri, sementara India dan Tiongkok saat ini telah mengolah pinang menjadi permen.

Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang. Pelbagai nama daerah di antaranya adalah pineung (Aceh), urai (Komering), pining (Batak Toba), penang (Md.), jambe (Sd., Jw.), bua, ua, wua, pua, fua, hua (aneka bahasa di Nusa Tenggara dan Maluku),[2] buah (Bali), rapo (Makassar), hena (Ternate), dan berbagai sebutan lainnya.[3]

Deskripsi

[sunting | sunting sumber]
Pohon pinang. Benggala barat, India

Batang lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter lk 15 cm, meski ada pula yang lebih besar. Tajuk tidak rimbun.

Pelepah daun berbentuk tabung dengan panjang 80 cm, tangkai daun pendek; helaian daun panjangnya sampai 80 cm, anak daun 85 x 5 cm, dengan ujung sobek dan bergerigi.

Tongkol bunga dengan seludang (spatha) yang panjang dan mudah rontok, muncul di bawah daun, panjang lebih kurang 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap, sumbu ujung sampai panjang 35 cm, dengan 1 bunga betina pada pangkal, di atasnya dengan banyak bunga jantan tersusun dalam 2 baris yang tertancap dalam alur. Bunga jantan panjang 4 mm, putih kuning; benang sari 6. Bunga betina panjang lebih kurang 1,5 cm, hijau; bakal buah beruang 1.

Buah buni bulat telur terbalik memanjang, merah oranye, panjang 3,5–7 cm, dengan dinding buah yang berserabut. Biji 1 berbentuk telur, dan memiliki gambaran seperti jala.[4]

Di Jawa, pinang tumbuh hingga ketinggian 1.400 m dpl.

Di Indonesia, terdapat varietas unggul yakni Pinang Betara dan terdapat banyak jenis Pinang, namun yang sudah dilepas Menteri Pertanian yakni Pinang Betara, sedangkan di India memiliki jenis pinang unggul seperti Pinang Mangala, Sumangala, Subamangala, Mohitnagar, Srimangala, Samruthi (Andaman), Hirehalli dwarf, VTLAH 1, 2 dan Thirthahalli dwarf.

  • Pinang Betara

Pinang Betara berasal dari Betara, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Saat muda, buahnya berwarna hijau tua dan berwarna oranye ketika matang. Bentuknya oval seperti telur dengan sabut berwarna putih agak kecoklatan pada bagian dalamnya, sedangkan bagian luarnya berwarna oranye. Tempurungnya berwarna putih kekuningan, sedangkan bijinya berwarna agak kecoklatan. Tanaman ini berkembang di lahan gambut di mana umur 4-5 tahun merupakan umur mulai berbunga dan 6-7 tahun merupakan umur mulai panen.

  • Pinang Aceh
  • Pinang Bulawan

Pinang Bulawan merupakan varietas unggul yang berasal dari Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara. Pinang ini memiliki keunggulan pada ukuran buah yang besar, kadar tannin yang tinggi serta potensi produksi yang tinggi.

  • Pinang Merah

Pinang merah (Gyrtostachys lakka Becc) atau biasa disebut pinang raja diduga kuat berasal dari Semenanjung Malaka, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan. Ciri-ciri pinang ini antara lain memiliki batang yang langsing, daunnya majemuk menyirip warnanya hijau, dan pelepahnya berwarna kemerahan. Tanaman ini juga tumbuh secara merumpun. Pinang merah bisa tumbuh hingga tingginya mencapai 10 m dengan diameter sekitar 12 cm. Pinang merah mempunyai bunga yang berbentuk malai. Posisi bunga jantan dan bunga betinanya berada dalam kedudukan yang berselang-seling. Sedangkan buah pinang merah berukuran kecil, bentuknya bulat telur, dengan ukuran panjang sekitar 1 cm dan diameter terlebar 6 mm. Batang pohonnya yang sudah tua sering digunakan untuk membuat antan karena memiliki tekstur yang keras.

  • Pinang Hutan

Pinang hutan (Pinanga Kuhlii B1) tumbuh subur di daratan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pertumbuhan pinang ini secara merumpun dengan bentuk batang yang ramping dan berbuku-buku. Pinang hutan bisa tumbuh hingga mencapai tinggi 2–6 m dan diameternya antara 2–5 cm. Pinang ini mempunyai tangkai daun yang panjangnya sampai 60 cm, penampang pelepah berbentuk persegi panjang, memiliki sisik, serta berwarna cokelat kemerahan. Bunga yang dimiliki tanaman pinang hutan berbentuk bulir, panjangnya sekitar 15–20 cm, dan mengandung 5-20 anak bulir. Seluruh bunga ini tersusun dalam dua deretan pada anak bulirnya. Sementara untuk anak buahnya berbentuk bulat telur dengan ujung yang runcing. Pohon pinang hutan biasanya menumbuhkan bunga pada bulan Mei atau Juni. Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik apabila ditanam di tanah yang berada di ketinggian 10-1.600 m di atas permukaan laut.

  • Pinang Irian

Pinang irian (Prychosperma macarthurii Nicholson) adalah pinang asli Pulau Irian Jaya. Kini, Pinang Irian telah menyebar luas ke seluruh penjuru Indonesia, bahkan laris manis sebagai tanaman hias di Benua Eropa. Pinang Irian tumbuh secara merumpun dengan tinggi batang dapat mencapai 4–5 m. Pinang ini mempunyai daun yang bersirip genap, rupa ujung anak daunnya bergerigi, serta pelepah daun menutupi ujung batangnya. Bunga pinang irian memiliki bentuk malai menggantung dan berpasangan. Setiap bunga betina selalu diapit oleh dua bunga jantan sekaligus. Pohon Pinang Irian mempunyai buah yang berbentuk bulat lonjong. Biasanya para petani memperbanyak tanaman ini menggunakan biji atau anakan. Pinang Irian juga mengandung banyak zat tannin yang beracun.

  • Pinang Biru

Pinang biru (Pinanga coronata B1 Mart) adalah jenis tanaman pinang yang tumbuh merumpun dengan tinggi pohon sekitar 5–6 m. Tumbuhan pinang biru mempunyai daun yang bersirip dan bersel udang dengan warna cokelat kemerahan. Berbeda dengan anak daunnya yang memiliki 10-25 sisik yang berbentuk menyerupai pita/lonjong. Pinang ini paling banyak ditemukan di hutan basah yang terletak di ketinggian 10–600 m dpl. Tanaman pinang biru memiliki bunga yang berbentuk bulir dan terdiri atas 5-20 rangkaian memanjang. Bunga tersebut terletak merunduk dan berwarna putih kekuningan. Bunga jantan berbentuk bulat telur, sedangkan bunga betina berkelopak dengan rupa mahkota yang mirip. Tanaman pinang biru juga mempunyai buah berwarna hijau yang berbentuk lonjong meruncing ke bagian ujung. Setelah masak, buah tadi akan berubah warna menjadi jingga kemudian ungu kemerahan.

  • Pinang Kelapa

Pinang kelapa (Actinorhytis calapparia BI Wendi) ialah pinang yang asalnya dari Pulau Sulawesi. Namun tumbuhan ini sudah menyebar luas ke seluruh pelosok negeri sebagai tanaman hias. Masyarakat suku jawa biasa menyebut tanaman ini sebagai jawar. Berbeda dengan masyarakat suku sunda yang lebih suka menyebutnya jambe sinagar. Metode perbanyakan pinang kelapa bisa dilakukan melalui biji dan anakan. Istilah kelapa yang disematkan pada tanaman pinang ini bukan lantaran bentuknya menyerupai pohon kelapa. Tetapi tanaman ini dinamakan pinang kelapa karena bisa tumbuh lebih tinggi dan lebih besar daripada jenis-jenis pinang yang lain. Pohon pinang kelapa mampu tumbuh hingga tingginya mencapai lebih dari 20 m. Keistimewaan lainnya dari pinang ini yaitu rupa tajuknya yang indah sekali. Sedangkan ekstrak buah pinang kelapa bisa dimanfaatkan sebagai bedak bayi dan keperluan menyirih [5]

Bagian yang dapat digunakan beserta manfaatnya

[sunting | sunting sumber]
Buah pinang yang masak

Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya. Biji ini dimanfaatkan orang sebagai salah satu campuran ketika mengunyah sirih, selain gambir dan kapur.

Bagian utama tanaman pinang yang biasa dimanfaatkan yakni biji dan batangnya. Biji pinang mengandung alkaloid seperti misalnya arekaina (arecaine) dan arekolin, yang sedikit banyak bersifat racun dan adiktif, dapat merangsang otak. Sediaan simplisia biji pinang di apotek biasa digunakan untuk mengobati cacingan, terutama untuk mengatasi cacing pita.[6] Sementara itu, beberapa macam pinang bijinya menimbulkan rasa pening apabila dikunyah. Zat lain yang dikandung buah ini antara lain arecaidine, arecolidine, guracine (guacine), guvacoline dan beberapa unsur lainnya. Secara tradisional, biji pinang digunakan dalam ramuan untuk mengobati sakit disentri, diare berdarah, dan kudisan. Biji ini juga dimanfaatkan sebagai penghasil zat pewarna merah dan bahan penyamak.[2] Selain digunakan sebagai ramuan dalam mengobati sakit disentri, biji pinang juga dapat mengobati luka kulit, mengecilkan rahim setelah melahirkan, mengobati mata rabun dan cacingan, menghasilkan zat pewarna merah, penyamak dan masih banyak manfaat lainnya. Masyarakat Biak dan Serui (Papua) memanfaatkan biji pinang muda sebagai obat untuk mengecilkan rahim setelah melahirkan oleh kaum wanita dengan cara memasak buah pinang muda tersebut dan airnya diminum selama satu minggu. Biji dan kulit biji bagian dalam juga dapat digunakan untuk menguatkan gigi rapuh bersama-sama dengan sirih (penyamak). Air rendaman biji pinang muda digunakan untuk obat sakit mata oleh suku Dayak Kendayan di Kalimantan Barat.[7] Biji pinang mengandung alkaloida seperti arekaina (arecaine), arekolina (arecoline), guvakolin, guvasine dan isoguvasine yang dapat bersifat racun, adiktif dan merangsang otak bila dalam kandungan berlebih. Senyawa arekolin yang terdapat dalam buah pinang berkhasiat sebagai obat cacing dan penenang. Arecoline yang merupakan sebuah ester metiltetrahidrometil-nikotinat berwujud minyak basa keras. Senyawa lain yang terkandung dalam biji pinang adalah arecaidine atau arecaine, choline atau bilineurine, guvacine, guvacoline dan tannin dari kelompok ester glukosa yang menggandeng beberapa gugusan pirogalol. Sifat astringent dan hemostatik dari zat tannin inilah yang berkhasiat untuk menguatkan gusi dan menghentikan perdarahan. Selain itu, buah pinang juga mengandung tanin, lemak, kanji dan resin. Tannin dan alkaloida merupakan dua senyawa yang dominan pada biji pinang di mana kandungan tanin berkisar 15% yang tergolong senyawa polifenol yang dapat larut dalam gliserol dan alkohol, alkaloid berkisar 0,3-0,6%, sedangkan komposisi kecilnya adalah arecaidine, guvacine, guvacoline dan arecoline. Unsur pokok yang lain pada pinang terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan lain-lain. Biji pinang juga dapat diolah menjadi minyak atsiri untuk menjadi bahan dasar pengganti solar[8]

Buah pinang yang masih muda di pohonnya

Sedangkan batangnya kerap diperjual belikan, terutama di kota-kota besar di Jawa menjelang perayaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus, sebagai sarana untuk lomba panjat pinang. Meski kurang begitu awet, kayu pinang yang tua juga dimanfaatkan untuk bahan perkakas atau pagar. Batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk membuat talang atau saluran air. batang pohon pinang biasa digunakan dalam salah satu lomba yang identik dengan kemerdekaan. Selain itu juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan talang atau saluran air.

Selain bagian biji dan batangnya, bagian lain seperti umbut pinang muda dapat digunakan untuk mengobati patah tulang dan sakit pinggang (salah urat) serta dapat dimakan sebagai lalapan atau acar.

Daun pinang berguna untuk mengatasi masalah tidak nafsu makan dan sakit pinggang. Selain sebagai obat, pelepah daun digunakan untuk pembungkus makanan dan bahan campuran untuk topi. Sabut pinang yang rasanya hangat dan pahit digunakan untuk mengobati masalah pencernaan, sembelit dan edema.

Selain itu, bagian lain yang banyak dimanfaatkan dari pohon yang dapat mencapai ketinggian total 1400 mdpl ini adalah akarnya yang biasa digunakan sebagai bahan peracun untuk menyingkirkan musuh pada zaman dahulu, pembungkus kue dan makanan.

Akar pinang jenis pinang itam, pada masa lalu digunakan sebagai bahan peracun untuk menyingkirkan musuh atau orang yang tidak disukai. Pelepah daun yang seperti tabung (dikenal sebagai upih) digunakan sebagai pembungkus kue-kue dan makanan. Umbutnya dimakan sebagai lalapan atau dibikin acar.

Pinang juga kerap ditanam, di luar maupun di dalam ruangan, sebagai pohon hias atau ornamental.

Persyaratan tumbuh, persebaran, kecepatan tumbuh dan produksi

[sunting | sunting sumber]

Geografis tanam

[sunting | sunting sumber]

Pohon pinang merupakan tanaman tropis yang lebih sensitif dibandingkan dengan tanaman tropis lainnya di mana tanaman pinang sangat mudah kering dan sebaiknya ditanam di tanah lempung dengan pengairan yang mencukupi untuk tumbuh secara maksimal. Pinang umumnya ditanam di pekarangan, di taman atau dibudidayakan dan terkadang tumbuh liar di tepi sungai atau di tempat-tempat lain. Pohon pinang tumbuh tegak dan tingginya 10–30 m, diameternya 15–20 cm dan batangnya tidak bercabang. Pinang termasuk jenis tanaman yang cukup dikenal luas di masyarakat karena secara alami penyebarannya pun cukup luas di berbagai daerah.[9] Nama lain dari pinang yang terkenal di Indonesia adalah Jambe, Penang, Woham, Pineng, Pineung (Jawa), Batang Mayang, Batang Bongkah, Batang Pinang, Pining, Bonai (Sumatera), Gahat, Gehat, Kahat Laam, Hunoto, Luguto, Poko Rapu, Amongun (Sulawesi), Biwa, Biwasoi, Mucillo Palm (Maluku).[10] Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0-1.000 m dpl (meter di atas permukaan laut). Tanaman pinang idealnya ditanam pada ketinggian di bawah 600 m di atas permukaan laut.

Persyaratan tumbuh

[sunting | sunting sumber]

Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan alluvial, pinang membutuhkan curah hujan antara 750-4.000 mm/tahun dengan bulan basah antara 3-6 bulan atau tersedia air sepanjang tahun (pada lahan pasang surut). Selain itu, pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20 °C-32 °C, dengan kelembaban udara antara 50-90%, keasaman (pH) tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang adalah sekitar 4-8 dan memerlukan penyinaran langsung untuk pertumbuhannya di lapangan sekitar 6 hingga 8 jam per hari untuk memperoleh produksi secara optimal [11]

Persebaran dan Produksi

[sunting | sunting sumber]
Distribusi geografis pinang
Distribusi geografis pinang[12]

Asal usul tanaman pinang (Areca catechu L.) hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Namun, tanaman ini diduga merupakan tanaman asli Asia Selatan. Penyebarannya meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara serta beberapa pulau di Laut Pasifik. Spesies terbesar dari tanaman ini terdapat di Semenanjung Malaya (Malay-Archipelago), Filipina dan Kepulauan Hindia Timur (East Indies Island). Pola penyebaran spesies Areca di Indonesia terutama di Malaya, Kalimantan dan Sulawesi yang terdiri dari 24 spesies. Kelompok Hindia Timur merupakan pusat keragaman tanaman pinang terbesar.[13] Luas tanaman pinang di Indonesia ±147.890 ha dengan penyebaran hampir di semua wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera 42,388 ha, Nusa Tenggara/Bali 42.388 ha, Kalimantan luas 4,475 ha, Sulawesi 2.407 ha, dan Maluku/Papua 1.428 ha. Produksi biji kering dapat mencapai 69.881 ton dengan volume ekspor pada tahun 2009 sebesar 197,197 ton.[8]

Linneaus menamakan Areca catechu pada saat melakukan deskripsi pada tahun 1753. Areca berasal dari kata Melayu adeka atau adaka. Kata Catechu berasal dari bahasa Portugis cacho (dalam bahasa Inggris cutch), kemudian ditranskrip ke dalam bahasa Jepang sebagai catechu dan digunakan sebagai kata asli untuk obat-obatan dari kata Acacia catechu, yang diimpor dari Jepang ke Jerman pada abad ke-17 sebagai Terra japonica. Budidaya pinang secara komersial hanya dilakukan di India, Bangladesh dan Sri Lanka. Di Indonesia, tanaman pinang tumbuh secara liar atau ditanam sebagai tanaman pekarangan kecuali di beberapa daerah di Sumatera sebagian petani sudah mulai membudidayakan walaupun tidak dalam areal yang luas. Pinang sudah umum dimanfaatkan di India, Sri Lanka, Maldives, Bangladesh, Myanmar dan sebagian besar masyarakat di Kepulauan Asia Pasifik. Juga populer di Indonesia Thailand, Kamboja, Malaysia, Vietnam, Filipina, Laos dan Cina [14]

Keragaman karakter pinang berdasarkan genetiknya cukup luas. Beberapa karakter yang dapat dijadikan sebagai pembeda antarvarietas antara lain, tinggi batang, warna buah, ukuran buah dan produksi buahnya. Di India, terdapat 5 varietas unggulan yang didasarkan pada produksi buah matang/pohon/tahun. Kelima varietas tersebut adalah: a) Mangala 10 kg buah matang/ pohon/ tahun; b) Sumangala 17,25 kg buah matang/pohon/tahun; c) Sree Mangala 15,63 kg buah matang/pohon/ tahun; d) Mohitnagar 15,8 kg buah matang/pohon/tahun; dan e) Calicut 18,89 kg buah matang/ pohon/tahun. Sejak tahun 1980-an Balai Penelitian Tanaman Palma telah melakukan eksplorasi pinang unggul di berbagai daerah di Indonesia, dan berhasil mengoleksi 41 aksesi pinang. Dalam koleksi tersebut, 24 aksesi diantaranya memiliki keunggulan produksi. Karakteristik ke-24 aksesi pinang Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel Karakteristik koleksi ex situ pinang di Kebun Percobaan Kayuwatu, Sulawesi Utara.[8]

Berdasarkan produktivitas buah per tandan per pohon, beberapa aksesi memperlihatkan produktivitas tinggi, aksesi-aksesi tersebut adalah Betara (131.35 butir), Bengkulu-1 (119 butir), Sumbar (100 butir), Nifasi-1 (91 butir), Oyehe (83 butir), Sumbar-2 (81 butir), Sumut-2 (79 butir), Jaharun (79 butir), Sumut-1 (75.38 butir), Muara Sabak Timur3 (73.07 butir), Kalisusu (71 butir), Molinow-2 (67 butir), Sumbar-3 (65.36 butir), Kampung Harapan (65 butir), Kaliharapan (63 butir), Bengkulu-2 (61.92 butir), Galangsuka (60 butir), Mongkonai (59 butir), dan Muara Sabak Timur-2 (53.17 butir). Varietas pinang yang sudah dilepas Menteri Pertanian Indonesia dan menjadi varietas unggul ialah Pinang Betara.[8]

Ketersediaan pohon induk pinang produksi tinggi sebagai sumber benih merupakan persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengembangan tanaman pinang. Seleksi pohon induk dilakukan dalam suatu populasi tanaman atau suatu blok pertanaman. Beberapa tahap dalam menghasilkan bahan tanaman yang berkualitas meliputi evaluasi Blok Penghasil Tinggi, seleksi Pohon Induk, seleksi benih dan teknik perkecambahan yang baik. Dalam memperbanyak tanaman pinang, persyaratan yang sangat penting adalah benih berasal dari pohon induk unggul. Beberapa karakter yang menjadi persyaratan dalam memilih pohon induk unggul pinang adalah: (1) Berbunga lebih awal sampai dengan 7 tahun); (2) Persentase buah jadi atau fruit set tinggi; (3) Jarak antar nodus (ruas batang) pendek; (4) Jumlah daun banyak (minimal 7, tergantung varietas); (5) Produksi tandan minimal 4 tandan per tahun dan (6) Produksi buah per tandan minimal di atas 50 butir. Selain itu, disarankan tidak memilih pohon induk yang berasal dari blok pertanaman yang telah berumur lebih dari 25 tahun karena cenderung menurun produktivitasnya.[8]

Kecepatan tumbuh

[sunting | sunting sumber]

Pada umumnya tanaman pinang mulai berbunga pada umur 4-5 tahun dan mulai panen pada umur 6-7 tahun[15]

Cara tanam

[sunting | sunting sumber]

Produksi pinang yang tinggi akan dicapai dengan penerapan teknik budidaya yang baik. Beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman pinang adalah sebagai berikut.

A. Persiapan Benih

  1. Jumlah Benih
    • Budidaya tanaman pinang dilakukan mulai dari penyemaian biji. Walaupun daya kecambah pinang tergolong tinggi yakni lebih dari 90%, kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 25% dari jumlah benih yang dibutuhkan dalam setiap hektar areal tanam. Misalnya, penanaman dengan jarak tanam 2,7 m X 2,7 m membutuhkan 1300 tanaman/ha sehingga disiapkan sebanyak 1625 benih untuk disemaikan.
  2. Kriteria Buah untuk Benih
    • Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan benih yakni ukuran, berat dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukuran kecil sampai besar. Kriteria buah pinang untuk benih adalah: (a) buah diambil yang berukuran besar dan seragam dengan acuan buah yang besar berpotensi menghasilkan keturunan dengan buah besar juga ; (b) berat buah yang dijadikan benih sekitar 60 buah/kg atau kurang lebih bobot buah sekitar 35 g/butir; (c) umur pohon yang baik lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi hingga umur 25 tahun; (d) buah untuk benih harus matang secara fisiologis yang ditandai dengan warna buah oranye atau telah berumur kurang lebih 12 bulan; (e) tidak terserang hama dan penyakit.
  3. Persiapan Lahan
    • Sebelum mengecambahkan biji, pesemaian perlu disiapkan terlebih dahulu. Untuk kebutuhan benih pada penanaman di lahan seluas 1 ha, maka luas pesemaian yang diperlukan berkisar 4–5 m² atau sekitar 400 biji/m2. Langkah-langkah persiapan pesemaian sebagai berikut: (a) pesemaian harus cukup baik atau subur dan aman dari gangguan orang, ternak dan organisme pengganggu lainnya; (b) lahan dibersihkan dari rumput dan digemburkan; (c) dibuat bedengan memanjang sesuai kebutuhan dan kondisi lahan dengan lebar 1 m yakni dengan menggali saluran drainase diantara dua bedengan dan tanah galiannya ditimbun ke tengah sambil diratakan.
  4. Perkecambahan
    • Tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut: (a) buah pinang terpilih disusun pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan maksimal; (b) buah pinang tersebut ditutup dengan tanah berpasir; (c) bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari teriknya penyinaran matahari langsung; (d) bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan. Perkecambahan berlangsung sekitar 1,5 hingga 3 bulan. Saat itu, akar atau tunas dari buah diperkirakan sudah bermunculan dan daya kecambah buah pinang dapat mencapai 90%. Pemindahan buah yang telah berkecambah ke pembibitan langsung dipindahkan ke dalam medium tanam dalam polybag. Pembibitan dilakukan dalam dua tahap, sebagai berikut.
  5. Pembibitan
    • Pembibitan Tahap Pertama
      • Kecambah buah dibibitkan pada lahan dengan lebar 1 m dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan bedengan diberi dinding keliling dari papan setinggi polybag (15 cm). Tujuannya agar polybag dapat disusun tegak dan rapi. Polybag yang digunakan berukuran 25 cm x 25 cm atau volume 1 kg media tanam. Polybag harus memiliki lubang di bagian bawahnya agar drainasenya baik. Polybag diisi dengan tanah hingga setinggi 3/4 bagian, lalu dipadatkan. Biji pinang yang sudah berkecambah ditanam di dalam polybag pada kedalaman 4 cm atau posisi rata dengan tanah. Setiap polybag diisi satu kecambah. Selanjutnya, kecambah ditutup dengan tanah secukupnya agar kelihatan rapi. Bedengan diberi naungan dengan tinggi tiang naungan sekitar 2,5 m. Naungan terbuat dari daun kelapa, nipah dan alang-alang. Naungan mulai dikurangi setelah bibit berumur 2 bulan. Pengurangan ini dilakukan hingga bibit akan dipindahkan pada pembibitan kedua atau sudah berumur 5 bulan. Selama dalam pembibitan, bibit perlu dipelihara dengan cara sebagai berikut: (a) Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari sebanyak 0,25 L/polybag, atau kondisi tanah dalam polybag sudah jenuh air; (b) Penyiangan gulma dilakukan bila di dalam dan disekitar polybag tumbuh gulma; (c) Pemberian pupuk majemuk NPK dilakukan dengan dosis 4 g/polybag; (d) Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida dan fungisida; (e) Seleksi bibit yang baik adalah bibit yang berpangkal relatif besar berbentuk seperti botol dan helaian daun melengkung.
    • Pembibitan Tahap Kedua
      • Pada pembibitan tahap kedua ini, bibit pada pembibitan pertama dipindahkan ke dalam polybag ukuran 40 cm x 50 cm. Lahan yang digunakan dapat dilakukan di lahan pembibitan tahap pertama. Jarak antar polybag pada pembibitan tahap kedua sekitar 30 cm x 30 cm. Lahan harus datar agar polybag tidak rebah. Ke dalam polybag, diisi tanah subur 2/3 bagian dan dapat pula ditambah kompos. Dari 2/3 bagian polybag yang akan diisi dengan media tanam, 50% adalah kompos plus (pada bagian bawah) dan 50% sisanya diisi tanah biasa (pada bagian atas). Bibit dari polybag kecil pada pembibitan tahap pertama dapat dipindahkan ke dalam polybag tersebut di atas dengan cara menyobek polybag kecil dan selanjutnya bibit ditanam dalam polybag besar. Tanah dalam polybag harus relatif padat dan pangkal batang bibit tepat pada permukaan polybag. Agar pertumbuhan tanaman di polybag sempurna, perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK dengan dosis 20 g/polybag. Lokasi pembibitan sebaiknya diberi pagar keliling agar terlindung dari gangguan ternak maupun hewan lainnya. Lokasi pembibitan kedua ini sebaiknya dekat dengan sumber air. Pemeliharaan pembibitan tahap kedua ini dilakukan selama 12 bulan sebelum dipindahkan ke lapang.
    • Seleksi Bibit
      • Sebelum dipindahkan ke lapang, sebaiknya dilakukan seleksi bibit yang vigor atau kekar dengan kriteria sebagai berikut: (a) Umur bibit yang akan dipindahkan ke lapang sekitar 12 hingga 18 bulan; (b) jumlah daun minimal 5 helai; (c) tinggi sekitar 60–75 cm dengan lingkar batang yang kekar; (d) tidak terserang hama dan penyakit.[15]

B. Persiapan Lahan Penanaman

Tahapan yang harus dilakukan setelah lokasi tanam ditentukan adalah persiapan lahan yang dimulai dari pembukaan lahan (jika tanah berupa hutan semak, atau hutan lainnya) sampai dengan pembuatan lubang tanam

  1. Pembukaan Lahan
    • Lahan yang dapat ditanami tanaman pinang adalah lahan semak belukar, lahan tidur atau lahan pekarangan.
  2. Penentuan Jarak Tanam
    • Jarak tanam yang umum digunakan di lapang adalah 2,7 m x 2,7 m segi empat. Jarak tanam ini dianggap cukup efisien untuk pertumbuhan tanaman. Dengan jarak tanam demikian, diantara tanaman pinang dalam barisan dapat ditanami dengan tanaman lain seperti tanaman palawija sebagai tanaman tumpang sari.
  3. Pemancangan Tiang Ajir
    • Pemancangan tiang ajir akan memudahkan penentuan letak lubang tanam dan jarak menjadi lebih teratur. Peralatan yang digunakan untuk pengajiran adalah tali nilon, meteran dan tiang ajir dari bambu setinggi 1,75 m. Tali nilon disiapkan sepanjang 100 m. Kemudian diberi tanda dengan mengikatkan potongan tali nilon yang warnanya berbeda dengan tali induk. Batas setiap tanda sepanjang 2,7 m disesuaikan dengan jarak tanam anjuran (2,7 m x 2,7 m). Setelah peralatan siap, pemancangan tiang ajir dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (a) menentukan arah timur dan barat serta menentukan satu titik di sudut Barat dan satu titik lainnya di sudut timur; (b) menancapkan tiang ajir pada kedua titik tersebut dan membentangkan tali nilon 100 meter (sesuai kebutuhan) yang menghubungkan kedua ajir tersebut; (c) memasang simpul sepanjang tali (simpul dari tali nilon dengan warna berbeda dari tali pertama) dengan jarak antar simpul 2.7 meter. Tali bersimpul ini merupakan baris pertama (bukan urutan baris pertanaman); (d) membuat baris kedua. Pada baris pertama, ditentukan satu titik secara acak (tepat pada salah satu simpul) dan dari titik tersebut ditarik meteran sepanjang 8 meter; (e) dari titik yang sama, ditarik meteran ke arah samping (kiri atau kanan) sepanjang 6 meter tegak lurus dengan baris pertama dan menghubungkan titik pada ujung titik 6 meter dengan ujung dari titik 8 meter pada baris pertama sehingga membentuk segitiga siku-siku. Penarikan garis ini harus diatur sampai membentuk sisi dengan panjang 10 meter mengikuti Rumus Pitagoras; (f) Setelah diperoleh segitiga siku-sikunya, maka ditarik garis lurus pada sisi 6 meter dari segitiga siku-siku tersebut, diperoleh baris kedua; (g) pembuatan baris ketiga dilakukan pada bagian sebelah dari baris pertama atau baris kedua dengan cara yang sama seperti point (d) sampai point (f); (h) selanjutnya, dengan menggunakan tali nilon panjang yang telah diberi simpul berjarak 2,7 meter, baris pertama, kedua dan ketiga dihubungkan sambil memancangkan tiang ajir sampai seluruh lahan terisi dengan tiang ajir
  4. Pembuatan Lubang Tanam
    • Lubang tanam untuk pinang dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Lubang tanam harus sudah dibuat 1 bulan sebelum penanaman karena perlu dibiarkan terbuka terkena sinar matahari. Setelah itu, lubang dapat diisi tanah lapisan atas yang telah dicampur dengan kompos atau pupuk kandang sebanyak 1 kg. Selain itu, tanah lapisan atas tersebut dapat dicampur pupuk NPK sebanyak 50-75 g/lubang. Tanah tercampur pupuk tersebut dimasukan ke lubang hingga 2/3 bagian.[15]

C. Sistim Penanaman

Ada dua sistim penanaman pinang yang dapat dilakukan, yaitu penanaman dengan sistim monokultur dan penanaman dengan sistim tumpang sari, yakni:

  1. Penanaman Sistim Monokultur

Dalam sistim ini hanya satu jenis tanaman menghasilkan. Penanaman sebaiknya pada musim penghujan. Bibit yang ditanam sudah merupakan hasil seleksi.

  1. Penanaman dengan Sistim Tumpang Sari

Penanaman sistem tumpang sari memberikan nilai tambah petani karena tanaman pinang baru berproduksi pada umur 5 tahun. Tanaman tumpang sari yang biasa ditanam adalah tanaman palawija antara lain jagung dan kacang-kacangan. Tanaman tumpang sari pada pertanaman pinang akan memberikan manfaat ganda pada petani, yakni pendapatan sebelum tanaman berproduksi dan efektivitasnya pemeliharaan tanaman pinang.[15]

D. Pemeliharaan Tanaman

  1. Penyulaman, dilakukan untuk tanaman-tanaman yang mati atau rusak. Sebaiknya dalam penyediaan bibit untuk dipindahkan ke lapang, disisihkan sebanyak 25% dari total kebutuhan tanaman untuk satu hektar lahan yang akan ditanami sebagai tanaman sulaman.
  2. Pemupukan, dilakukan dua kali dalam 1 tahun, yaitu pada awal musim penghujan dan pada akhir musim penghujan.
  3. Penyiangan Gulma, yang dapat dilakukan dengan Ring Weeding maupun pembersihan blok pertanaman
  4. Pengairan, penting dilakukan pada daerah yang memiliki musim kering panjang karena pinang sangat peka terhadap kekeringan. Tanaman perlu diairi sekali dalam 4 sampai 7 hari tergantung jenis tanah dan iklim.[15]


Perdagangan

[sunting | sunting sumber]
Perkebunan pinang di Taiwan

Saat ini biji pinang sudah menjadi komoditas perdagangan. Ekspor dari Indonesia diarahkan ke negara-negara Asia selatan seperti India, Pakistan, Bangladesh, atau Nepal. Negara-negara pengekspor pinang utama adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.

Biji pinang yang diperdagangkan terutama adalah yang telah dikeringkan, dalam keadaan utuh (bulat) atau dibelah. Di negara-negara importir tersebut biji pinang diolah menjadi semacam permen sebagai makanan kecil.

Inovasi dalam industri

[sunting | sunting sumber]

Pinang sangat banyak manfaatnya, khususnya dalam industri makanan maupun energi sebagai biofuel. Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan bersama sirih, telah menjadi kebiasaan secara turun temurun pada beberapa daerah tertentu di Indonesia, tetapi konsumennya terbatas. Secara empiris biji pinang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biji pinang adalah sebagai berikut: 1) sebagai kebutuhan pokok, sumber energi dan untuk upacara adat, 2) sebagai pengganti rokok, mengatur pencernaan dan mencegah ngantuk, 3) sebagai bahan kosmetik dan pelangsing, 4) sebagai bahan baku obat, dan 5) sebagai antidepresi. Agar aneka manfaat biji pinang dapat dinikmati banyak orang, maka perlu ada inovasi untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan berbagai produk pangan sehingga mudah dikonsumsi. Dengan demikian akan lebih banyak konsumen yang merasakan manfaat biji pinang terutama untuk kesehatan. Berikut akan diuraikan peluang untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan produk pangan. Berikut merupakan beberapa peluang pemanfaatan biji pinang dalam pengolahan produk pangan.[16]

Permen merupakan produk pangan yang sangat digemari semua kalangan. Jika sebagian orang sudah ada yang mengkonsumsi biji pinang yang telah diiris dengan ukuran 1 cm x 1 cm, layaknya seperti mengkonsumsi permen, namun bagi sebagian besar masyarakat mungkin masih sulit untuk melakukannya. Sehingga diperlukan inovasi dalam mengolah biji pinang menjadi permen yang lazim dikonsumsi. Mengingat bahwa tanaman pinang ada yang menanam di antara tanaman kelapa, maka akan menjadi harmonis jika memanfaatkan daging buah kelapa untuk diperas santannya dan diformulasi dengan tepung biji pinang, sehingga menghasilkan produk baru yaitu ”ini permen mahal”.[16]

Makanan ringan

[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia, mengkonsumsi makanan ringan telah menjadi gaya hidup tersendiri, terutama pada masyarakat perkotaan. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya jenis makanan ringan yang beredar di pasar tradisional dan pasar swalayan. Bahan baku yang digunakan bermacam-macam, dari golongan umbiumbian, buah-buahan dan hasil samping ternak, berupa bagian kulitnya. Konsumen makanan ringan tidak mengenal batas usia, dari kalangan balita, anak-anak, remaja sampai dewasa. Oleh karena itu sangatlah tepat apabila biji pinang dapat diolah menjadi tepung kemudian diformulasi dengan komponen bahan pangan lain, seperti tepung umbiumbian, kacang-kacangan atau juga tepung jagung yang diproses menjadi makanan ringan. Sehingga semua lapisan konsumen dapat menikmati khasiat dari biji pinang. Namun dalam melakukan formulasi diperlukan perhitungan untuk menentukan takaran yang sesuai sehingga efek sampingan seperti mual, muntah, pusing dsb. yang disebabkan senyawa alkaloid tidak akan dialami konsumen.[16]

Bahan baku kopi

[sunting | sunting sumber]

Sebagian konsumen di China, menganggap bahwa mengkonsumsi biji pinang dapat juga mencegah rasa kantuk, maka hal ini dapat menjadi suatu inspirasi untuk mengolah biji pinang menjadi tepung lalu diformulasi dengan tepung biji kopi, sehingga dapat menghasilkan formula baru, yaitu kopi-pinang. Akan tetapi perlu diuji coba untuk menentukan formulasi yang tepat kemudian dilakukan beberapa pengujian, antara lain sifat fisik, kimia dan organoleptik, sehingga dapat diperoleh formula yang tepat.[16]

Potensi pinang di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Pinang adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat, tetapi belum dianggap sebagai komoditas utama di Indonesia. Produksi buah pinang dapat mencapai 50-100 buah/mayang dan 150-250/mayang untuk ukuran buah lebih kecil. Tahun 2003, volume ekspor pinang mencapai 77.126.347 kg dengan nilai US$ 22.960.446. Pemanfaatan buah pinang sebagai ramuan yang dimakan bersama sirih, telah menjadi kebiasaan secara turun temurun pada berbagai daerah tertentu di Indonesia, tetapi konsumennya terbatas.[17]

Di Jawa Barat sendiri, pinang merupakan salah satu komoditas unggulan spesies lokal. Budidaya pinang dapat menjadi salah satu kontributor utama dalam perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat. Hal ini didukung dari sisi geografisnya sendiri di mana perkebunan di Provinsi Jawa Barat memiliki luas 488.168 hektar, yang terdiri dari perkebunan besar negara seluas 68.850 hektar, perkebunan besar swasta 54.633 hektar dan perkebunan rakyat seluas 364.685 hektar. Selain itu, sumber daya manusia petani yang terlibat dalam pembangunan perkebunan di Jawa Barat sebanyak 1.381.775 kepala keluarga, 5.543 kelompok tani dan 10 asosiasi komoditas perkebunan.[18] Produksi pinang pada tahun 2017 sekitar 186 ton dengan rata-rata produksi 404 kg/Ha. Ditilik dari potensinya yang cukup besar, maka diperlukan inovasi untuk memanfaatkan biji pinang dalam pengolahan berbagai produk pangan sehingga mudah dikonsumsi sehingga akan lebih banyak konsumen yang merasakan manfaat biji pinang terutama untuk kesehatan. Terlebih harga pinang sendiri mengalami penurunan yang sangat drastis sejak tahun 2018 di wilayah Sumatera Barat. Harga jual buah pinang hanya mencapai angka Rp 7.100,00/kg. Padahal, pada tahun 2017, harga jual pinang sempat melejit hingga Rp 18.300,00/kg. Dari catatan Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo), harga pinang di Sumbar sendiri menunjukkan trend peningkatan sejak 2015. Pada 2015, harga pinang tercatat Rp11.600/kg. Tahun 2016 harganya naik menjadi Rp13.200/kg dan puncaknya pada 2017 mencapai Rp18.300/kg. Ketua Gapperindo Sumatera Barat Irman mengatakan, salah satu faktor yang menjatuhkan harga pinang disebabkan karena minimnya permintaan pinang dari negara yang menjadi tujuan ekspor pinang yakni India dan Pakistan.[17] Berdasarkan hal tersebut, potensi pengembangan produk berbahan dasar pinang ini dapat menjadi peluang yang sangat besar, terlebih kandungan pinang yang kaya akan manfaat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, diperlukan peningkatan kualitas tiap produk pinang agar dapat meningkatkan nilai ekonominya serta meningkatkan pula kesejahteraan masyarakat pelopor produsen produk pinang ini.

Produk primer dan sekunder pinang beserta karakterisasi dan kualitas yang dicari

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan data Dirjen pertanian, sedikitnya ada 13 provinsi selain Jawa Barat yang memiliki area cukup baik untuk tanaman pinang, seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Jawa Barat sendiri, pinang berpotensi besar dalam perkembangannya di Jawa Barat dan salah satu wujud produksi utama yakni minyak atsiri. Minyak atsiri sendiri memiliki banyak manfaat, beberapa produk turunannya (produk sekunder pinang) diantaranya dalam industri farmasi karena dapat mengobati radang dan pangkal tenggorokan, pembuluh bronchial, obat antinyeri, antikanker, antiinfeksi, antibakteri dan memiliki aktivitas menolak nyamuk atau repelen. Selain itu, minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan baku dalam perisa, pewangi dan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pengganti solar.

Pemeriksaan karakteristik minyak atsiri bertujuan untuk mengetahui kualitas dari minyak atsiri yang dihasilkan. Pemeriksaan karakteristik yang dilakukan meliputi warna, bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan bilangan asam. Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan kualitas mutu minyak atsiri. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat dari komponen yang terkandung pada minyak atsiri tersebut. Uji kelarutan dalam etanol memberikan gambaran apakah suatu minyak larut atau tidak. Semakin mudah larut minyak dalam etanol maka semakin banyak kandungan senyawa polar dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung senyawa terpena teroksigenasi lebih mudah larut dalam alkohol daripada yang mengandung terpena tak teroksigenasi. Semakin tinggi kandungan terpena tak teroksigenasi maka makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut dalam etanol (pelarut polar), karena senyawa terpena tak teroksigenasi merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fugsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar kelarutan minyak atsiri pada etanol, maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. Bilangan asam menunjukan kadar asam bebas dalam minyak atsiri. Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi terhadap kualitas minyak atheysiri, yaitu senyawa-senyawa tersebut dapat mengubah bau khas dari minyak atsiri. Oksidasi komponen-komponen minyak atsiri terutama golongan aldehid dapat membentuk asam karboksilat sehigga akan menambah nilai bilangan asam suatu nilai bilangan atsiri. Bilangan asam adalah ukuran dari lemak bebas serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.[19] Selain minyak atsiri, biji pinang juga mengandung tanin alkaloid. Tanin merupakan senyawa yang penting penggunaannya dalam bidang kesehatan dan industri. Tanin diperoleh dengan cara ekstraksi dengan pelarut air dan etanol karena tanin dapat larut dalam pelarut tersebut. Kadar tanin yang terdapat pada biji pinang memiliki kandungan yang berbeda-beda pada suatu wilayah atau daerah, hal ini disebabkan oleh faktor keadaan iklim dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya. Faktor iklim meliputi keadaan suhu, cuaca dan curah hujan, sementara faktor lingkungan meliputi jenis tanah, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dan pemeliharaan tanaman.

Beberapa produk sekunder dari biji pinang adalah produk kosmetik dan pelangsing, ekstrak etanolik sebagai senyawa antikanker, obat cacing, permen, dsb. Ekstrak etanolik sebagai senyawa antikanker yang dapat menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7 (sel kanker payudara). Biji pinang dikenal mengandung senyawa antioksidan sehingga berpotensi sebagai antikanker. Standardisasi ekstrak etanolik biji buah Areca catechu (EP) dilakukan sesuai standar BPOM.[20]

Pengujian dilakukan terhadap parameter non spesifik yang meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar abu. Biji pinang yang baik memiliki kadar air yang rendah sehingga dapat lebih mudah disintesis menjadi obat. Pengujian terhadap parameter spesifik meliputi Identitas Ekstrak, organoleptik dan kandungan kimia ekstrak. Untuk mengetahui profil adanya senyawa fenolik, flavonoid dan alkaloid dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak Kloroform:Metanol (1:3). Deteksi adanya senyawa fenolik dilakukan dengan penyemprotan FeCl3 dan memberikan hasil positif bila bercak mengalami pemadaman pada 254 nm dan fluorosensi pada 366 nm. Deteksi flavonoid dilakukan dengan penyemprotan sitroborat dan memberikan hasil positif bila bercak berfluorosensi kuning kehijauan. Deteksi alkaloid dengan penyemprotan Dragendorf dan memberikan hasil positif apabila muncul bercak merah bata dan arekolin digunakan sebagai standar. Ekstraksi serbuk biji buah Areca catechu dilakukan dengan menggunakan etanol 96%. Pengamatan sitotoksik untuk mendapatkan nilai IC50 dan penghambatan proliferasi sel (menggunakan uji doubling time) dilakukan dengan menggunakan metode MTT. Pengamatan dan pemeriksaan apoptosis dilakukan dengan pengecatan akridin oranye-etidium bromida (double staining). Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanolik biji buah Areca catechu (25-100 µg/mL) selama 48 jam menghambat pertumbuhan sel sebesar 13-84% (IC50 77 µg/mL), sedangkan perlakuan arekolin (10-500 µg/mL) menghasilkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 8-73% (IC50 180 µg/mL). Ekstrak tersebut juga mampu menurunkan proliferasi sel serta memacu apoptosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik biji buah Areca catechu (EP) memiliki efek antiproliferatif dengan menghambat pertumbuhan dan memacu apoptosis.[21]

Selain itu, produk sekunder lain biji pinang yakni obat cacing yang telah diuji efektivitasnya, baik secara in vitro maupun in vivo. Infeksi cacing usus seperti cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing kait (N. americanus), terutama pada anak-anak, cukup memprihatinkan. Dalam kasus infeksi cacing gelang, bila larvanya sampai ke paru-paru bisa membuat orang yang menjadi induk semangnya menderita batuk, bila cacing tersebut dapat bermigrasi sampai ke usus buntu dapat mengakibatkan radang usus dan bila sampai ke hati, abses hati yang diderita induk semangnya. Sedangkan, infeksi cacing cambuk akan menyebabkan nyeri di daerah perut, diare dan terkadang anus menonjol ke luar. Selama ini obat yang sering digunakan untuk memberantas ketiga cacing di atas adalah pirantel pamoat, piperazin sitrat, dan mebendazol. Dari ketiganya, mebendazol paling efektif karena terbukti menghasilkan penyembuhan terhadap cacing gelang 93%, cacing cambuk 91%, dan terhadap cacing kait 100%. Namun, mebendazol ternyata ada efek sampingannya, diantaranya mulas, muntah, diare dan pusing. Sehingga dewasa kini, biji pinang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat cacing. Senyawa arekolina (komponen alkaloid) pada biji pinang, ternyata memiliki kadar tertinggi dan senyawa tersebut diduga berfungsi sebagai antihelmintik (anticacing). Penelitian khasiat antihelmintik biji pinang ini telah diuji secara in vitro (dalam media buatan) terhadap cacing kait anjing. Sebagai pembanding, digunakan obat modern pirantel pamoat dan garam faal. Dosis yang digunakan 15 mg serbuk biji pinang kering dalam 25 cc air suling dan serbuk pirantel pamoat 1 mg dalam 1.000 cc air suling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa setelah direndam selama 1 jam ada 18 cacing mati dalam larutan biji pinang, sedangkan dalam pirantel pamoat belum ada yang mati. Pada perendaman 4 jam jumlah cacing yang mati dalam larutan biji pinang hampir sama dengan yang dalam larutan pirantel pamoat, dan setelah perendaman 10 jam, cacing mati semua baik dalam larutan biji pinang maupun dalam larutan pirantel pamoat. Sementara, dalam kelompok kontrol (dengan menggunakan garam faal), cacing mati hanya 3,3%. Hasil ini menunjukkan bahwa biji pinang secara in vitro terbukti memiliki efek antihelmintik terhadap cacing kait anjing. Sedangkan pengujian secara in vivo (dalam tubuh hidup) adalah membandingkan khasiat biji pinang dengan mebendazol dengan menggunakan anjing yang diinfeksi larva cacing kait. Hasil pengujian menujukkan bahwa meskipun tidak seefektif mebendazol, biji pinang dapat menurunkan jumlah telur cacing sampai sebesar 74,3%. Sedangkan mebendazol dapat menurunkan hingga 83%. Hal ini membuktikan bahwa biji pinang dapat digunakan sebagai obat cacing tradisional untuk infeksi cacing kait pada anjing.

Namun, pemanfaatan biji pinang sebagai bahan baku obat harus sangat diperhatikan dosisnya. Senyawa alkaloid yang dikandung pada pinang cukup berbahaya untuk sistem saraf. Yang umum terjadi adalah mual dan muntah (20-30%), sakit perut, pening dan nervous (gelisah). Efek samping yang jarang terjadi adalah luka pada lambung yang disertai muntah darah. Tanda-tanda kelebihan dosis adalah banyak keluar air liur (qalivation), muntah, mengantuk dan serangan jantung. Untuk mengurangi efek racunnya, pemakaian biji pinang sebaiknya yang telah dikeringkan, atau lebih baik bila biji pinang kering direbus. Kebiasaan mengunyah biji pinang dapat juga menyebabkan kanker mulut, yang telah menjangkiti sekitar 0,5% pengguna biji pinang, sehingga dianjurkan penggunaan serbuk biji pinang, sebaiknya tidak lebih dari 4 g/sekali konsumsi.

Penelitian

[sunting | sunting sumber]

Sampai saat ini, terdapat beberapa kajian metabolomik yang telah dilakukan dalam penentuan kandungan senyawa yang terdapat dalam pinang. Dalam jurnal A Metabolomic Approach to the Metabolism of the Areca Nut Alkaloids Arecoline and Aracaidine in the Mouse, metabolisme arekolin (20 mg/kg) dan arecaidine (20 mg/kg) diselidiki dalam tikus melalui pendekatan metabolomik menggunakan analisis Ultra-Performance Liquid Chromatography–time-of-flight Mass Spectrometric (UPLC-MS) dari urin tikus. Hasilnya diperoleh 11 metabolit arekolin teridentifikasi termasuk arecaidine, arekolin N-oxide, arecaidine N-oxide, N-methylnipecotic acid, N-methylnipecotylglycine, arecaidinylglycine, arecaidinylglycerol, arecaidine mercapturic acid, arekolin mercapturic acid, dan arekolin N-oxide mercapturic acid, bersamaan dengan 9 metabolit yang tak teridentifikasi. Arekolin yang tak berubah terdiri dari 0,3–0,4%, arecaidine 7,1–13,1%, arekolin N-oxide 7,4–19%, dan N-methylnipecotic acid 13,5–30,3% dari dosis diekskresikan dalam urin 0-12 jam setelah pemberian arekolin. Arecaidine yang tidak berubah terdiri dari 15,1-23,0%, dan asam N-methylnipecotic 14,8%-37,7% dari dosis diekskresikan dalam urin 0-12 jam setelah pemberian arecaidine. Metabolit utama arekolin dan arecaidine, asam N-methylnipecotic, adalah metabolit baru yang timbul dari pengurangan ikatan rangkap karbon-karbon.[22]

Metabolomik telah digunakan sebagai alat yang kuat untuk analisis dan penilaian kualitas obat-obatan atau produk yang dihasilkan produk alami. Metabolomik juga semakin banyak digunakan dalam kontrol kualitas dan standardisasi obat-obatan yang diturunkan produk alami karena mereka terdiri dari ratusan senyawa alami. Teknik yang paling umum yang digunakan dalam metabolomik terdiri dari NMR, GC-MS, dan LC-MS dalam kombinasi dengan analisis statistik multivariat termasuk analisis komponen utama (PCA) dan analisis parsial least squares-diskriminant (PLS-DA). Saat ini, kontrol kualitas obat-obatan yang diturunkan produk alami biasanya dilakukan menggunakan HPLC dan ditentukan oleh satu atau dua indikator. Untuk membuat kerangka kendali mutu yang unggul dan menghindari obat-obatan yang dipalsukan, perlu untuk dapat menentukan dan menetapkan standar berdasarkan berbagai bahan menggunakan metabolite profiling dan fingerprinting. Sebagai tanaman obat, biji pinang memiliki biomarker atau senyawa penanda yakni arecoline yang dapat dideteksi dengan HPLC. Sejumlah platform analitis, seperti resonansi magnetik nuklir (NMR), spektroskopi inframerah-transformasi Fourier (FT-IR), dan spektrometri massa (MS) digabungkan dengan teknik pemisahan termasuk kromatografi gas (GC)-MS, kromatografi cair (LC)-MS, dan UPLC-MS telah digunakan dalam fingerprinting metabolites dan metabolisme.

Pada kromatogram akan terbentuk beberapa puncak atau peak yang dapat merepresentasikan suatu senyawa berdasarkan nilai atau skala di sumbu x. Skala tersebut menunjukkan perbedaan senyawa yang dapat teridentifikasi berdasarkan gugus alifatik yang dimiliki, dsb. Baru-baru ini, teknologi yang biasa digunakan untuk studi metabolisme global telah semakin dikombinasikan dengan teknik multi-hyphenated seperti GC × GC-waktu-penerbangan (TOF), GC-TOF-MS, dan UPLC-quadrupole (Q)-TOF-MS untuk memungkinkan analisis senyawa menggunakan berbagai perspektif metabolisme yang lebih luas. NMR adalah teknik analisis yang umum digunakan, yang mengidentifikasi dan mengukur berbagai senyawa organik. Alat ini memiliki langkah persiapan sampel sederhana sementara biofluida seperti urin dan serum dapat dianalisis secara langsung tanpa langkah persiapan. Selain itu, ia menilai banyak kelompok metabolit sehingga sangat cocok untuk menganalisis komponen tanaman obat yang tidak diketahui untuk penentuan kemanjuran lebih lanjut. Karena NMR bersifat non-selektif, semua senyawa dengan berat molekul rendah dapat dideteksi bersamaan dengan informasi struktural, yang juga membantu mengkarakterisasi komponen dari setiap campuran kompleks. Keuntungan dari NMR membuatnya menjadi teknik yang berguna dengan sejarah panjang digunakan dalam analisis metabolisme. Oleh karena itu, protokol dan database yang terkait dikembangkan dengan baik, menyediakan sumber informasi operasional yang kaya. Keterbatasan utama NMR adalah bahwa ia memiliki sensitivitas yang relatif rendah (rentang mikromolar) dibandingkan dengan MS (rentang picomolar). Baru-baru ini, teknik NMR throughput tinggi telah mengatasi kekurangan ini, sehingga memungkinkan deteksi biomarker penyakit dan penanda pengganti untuk pemberian obat dan kemanjuran. Beberapa studi telah melaporkan profil metabolik sumber daya alam menggunakan NMR dan analisis multivariat untuk kontrol kualitas. Spektrometri FT-IR adalah alat sidik jari metabolik yang berharga lainnya, yang menganalisis beragam jenis sampel dan metabolit seperti karbohidrat, asam amino, lipid, asam lemak, protein, dan polisakarida secara bersamaan. Ini juga membutuhkan persiapan sampel minimum dan pelatihan latar belakang yang relatif sedikit dan, oleh karena itu, dapat dengan mudah digunakan sebagai teknik yang sangat fleksibel. Ia bekerja dengan mengkorelasikan penyerapan dan getaran cahaya pada panjang gelombang tertentu dengan gugus fungsi molekul untuk identifikasi metabolit yang tidak diketahui. Keterbatasan utama spektrometri FT-IR adalah sensitivitas dan selektivitas yang relatif rendah. Selain itu, sampel basah sulit dianalisis karena air dapat menjadi masalah pada pertengahan IR. Baru-baru ini, FT-IR telah digunakan untuk pengendalian kualitas sumber daya alam. MS adalah teknologi yang banyak digunakan, yang dapat mengidentifikasi metabolit dengan menyediakan data kualitatif dan kuantitatif yang cepat dan selektif dengan sensitivitas dan resolusi tinggi. Alat ini beroperasi dengan pembentukan dan pemisahan ion dan deteksi ion yang terpisah, hasil dalam jurnal diperlihatkan pada. GC-MS adalah sistem gabungan di mana campuran volatil senyawa dipisahkan oleh GC, dan senyawa yang dielusi kemudian dideteksi menggunakan MS. GC-MS melibatkan derivatisasi untuk menginduksi volatilitas dan stabilitas termal sebelum menganalisis metabolit volatil. Setelah derivatisasi, dimungkinkan untuk memetakan ratusan metabolit secara bersamaan, termasuk asam organik, asam amino, gula, alkohol gula, amina aromatik, dan asam lemak, dengan pemisahan dan kuantifikasi langsung. Kontrol kualitas ekstrak herbal adalah upaya yang menantang karena biasanya mengandung banyak phytochemical. Selanjutnya, analisis statistik multivariat diperlukan untuk mengurangi kompleksitas data dari profil metabolik dan memfasilitasi deteksi pola perubahan yang terkait dengan faktor lingkungan atau genetik dalam komposisi metabolit. PCA, analisis parsial kuadrat-diskriminan (PLS-DA), dan PLS-regresi (PLS-R) banyak digunakan metode analisis data multivariat. PCA adalah metode analisis multivariat tanpa pengawasan, yang banyak digunakan dalam sidik jari metabolik dan profil. Alat ini menunjukkan gambaran umum dari data yang diperoleh dengan mewakili data multivariat asli sebagai data output dimensi yang lebih rendah. Tinjauan umum ini memberikan informasi tidak hanya pada kelompok pengamatan, trend, dan outlier tetapi juga tentang hubungan antara pengamatan. PCA ditentukan dengan menggunakan plot skor yang menunjukkan perbedaan statistik antara kelompok dan plot pemuatan yang menampilkan senyawa yang bertanggung jawab atas perbedaan antara kelompok. PCA memiliki batas untuk memvalidasi model statistik karena tidak dapat menetapkan anggota kelas sampel uji yang tidak diketahui. Beberapa tools yang telah disebutkan dapat digunakan dalam peningkatan kualitas produk dari pinang. Seperti misalnya dalam pembuatan kopi berbahan dasar pinang, dapat diketahui beberapa metabolit yang dapat merepresentasikan rasa dari kopi tersebut dan dapat dilakukan perbaikan mengenai citarasa yang terbentuk, senyawa apa yang harus ditingkatkan atau direduksi atau dihilangkan[23]

Melalui pendekatan metabolomik dengan beragam tools yang telah disebutkan di atas, kualitas obat cacing berbahan dasar biji pinang dapat ditingkatkan dengan membuat kadar atau formula yang tepat untuk senyawa arecoline karena selain dapat menyembuhkan penderita cacingan, senyawa tersebut juga memiliki efek samping yang harus dihindari. Selain itu, produk kosmetik dan pelangsing berbahan dasar pinang juga dapat ditingkatkan kualitasnya melalui metabolomik dengan meningkatkan rasio senyawa tannin dibandingkan dengan senyawa arecoline, karena senyawa pada pinang bersifat astringent yang diketahui dapat mengendapkan protein mukus yang melapisi bagian dalam usus. Lapisan ini sukar ditembus zat hingga terjadi hambatan penyerapan makanan sehingga zat yang diserap berkurang dan menyebabkan orang tidak menjadi gemuk. Selain itu, tanin juga bermanfaat dalam peeling atau menghilangkan sel-sel kulit mati, sedangkan senyawa arecoline perlu ditekan sintesisnya atau tidak melebihi dosis karena dapat menyebabkan beberapa efek samping yang cukup berbahaya bagi sistem saraf seperti mual, muntah, pusing dan gelisah.

Pohon pinang (tengah) di Setra Gandamayit, tempat bersemayam Batari Durga (membawa pedang). Relief Candi Sukuh dari abad ke-15.

Pinang sudah sangat lama menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat Nusantara. Tumbuhan ini (Melayu Kuno: pinaṃ, pinang) adalah salah satu dari empat macam palma yang disebut-sebut dalam Prasasti Talang Tuo dari tahun 684 M.[24]:39 Relief pada Candi Borobudur dan Candi Sukuh, keduanya berselisih sekitar delapan abad, juga menampilkan ukiran pohon pinang secara jelas.

Di Bandar Udara Sentani, ada tanda larangan memakan buah pinang di bandara karena membuat masalah, yaitu bercak-bercak merah bekas ludah. [1]

Pinang juga menjadi bahan pepatah, yaitu:

Bagai pinang dibelah dua

Yakni perumpamaan yang sering digunakan untuk menunjukkan rupa atau perilaku yang mirip.

Di masa lalu, buah pinang memainkan peranan penting dalam tradisi berbagai etnis di Indonesia. Tradisi di Minangkabau untuk menyambut tamu agung, selalu disuguhkan pinang, daun sirih, tembakau, dan kapur yang ditempatkan dalam satu wadah yang disebut carano.

Pinang dahulu juga menjadi seserahan penting ketika melamar seorang calon pengantin, sehingga pada akhirnya kata pinang juga menjadi kata kerja yakni: meminang, yang berarti melamar.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ (Indonesia) Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Republik Indonesia "Arti kata pinang pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam jaringan". Diakses tanggal 2019-10-6. 
  2. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 460-465.
  3. ^ Crawfurd, John (2017). Sejarah Kepulauan Nusantara: Kajian Budaya, Agama, Politik, Hukum dan Ekonomi. 1. Diterjemahkan oleh Zara, Muhammad Yuanda. Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 287. ISBN 9786022584698. 
  4. ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 141.
  5. ^ Abidin, Zaenal. 2017. Jenis-jenis Pinang Ada Banyak, Lho. [online]. http://pakarbudidaya.blogspot.com/2017/09/jenis-jenis-pinang-ada-banyak-lho.html. Diakses pada 24 April 2019 pukul 20.20 WIB
  6. ^ Sutrisno, R.B. 1974. Ihtisar Farmakognosi, edisi IV. Pharmascience Pacific, Jakarta. Hal. 155.
  7. ^ Kristina, N.N., dan Syahid S.F., 2007, Penggunaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera), Pinang (Areca catechu) dan Aren (Arenga pinnata) sebagai Tanaman Obat (serial online), http://balittro,litbang.deptan.go.id, diakses pada 28 Maret 2019 pukul 23.00 WIB
  8. ^ a b c d e Anonim. 2011. Direktorat Jenderal Perkebunan.
  9. ^ Sihombing. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
  10. ^ Septiatin and Eatin, 2008, Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar, CV. Yrama Widya, Bandung
  11. ^ Dinas Perkebunan Jabar. 2018. Tanaman Pinang. [online]. http://disbun.jabarprov.go.id/page/view/64-id-pinang. Diakses pada 3 April 2019 pukul 11.00 WIB
  12. ^ Dawn, F. Rooney. 1995. Bettel Chewing in South-East Asia. [online]. http://rooneyarchive.net/lectures/betel_chewing_in_south-east_asia.htm. Diakses pada 3 April 2019 pukul 12.00 WIB.
  13. ^ Bavappa, K.V.A., M.K. Nair, and T. Prem Kumar. 1988. The Arecanut Palm (Areca catechu Linn). Central Plantation Crops Research Institute. Kasaragod, Kerala,India.
  14. ^ Gupta, P.C., and S. Warnakularuriya. 2002. Global epidemiology of areca nut usage. Addiction Biology (2002) 7, 77- 83
  15. ^ a b c d e Miftahorrachman, Matana, R. Y., Salim. 2015. Teknologi Budidaya dan Pascapanen Pinang. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Palma. Halaman 16-31
  16. ^ a b c d Barlina, Rindengan. 2007. Peluang Pemanfaatan Buah Pinang Untuk Pangan Opportunity of Arecanut for Food Utilizing, Buletin Palma No. 33
  17. ^ a b Warsito, Budi. 2018. Harga Pinang Turun Drastis di Tahun 2018. [online]. https://www.jawapos.com/ekonomi/10/04/2018/harga-pinang-turun-dratis-di-tahun-2018/. Diakses pada 3 April 2019 pukul 13.00 WIB
  18. ^ Pikiran Rakyat. 2017. Potensial, Jabar Miliki 488 Ribu Hektare Perkebunan. [online]. https://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/03/07/potensial-jabar-miliki-488-ribu-hektare-perkebunan-395497. Diakses pada 2 April 2019 pukul 15.40 WIB
  19. ^ Susetyo R., dan Reny H. 2004. Kiat Menghasilkan Minyak Sereh Wangi, Jakarta, Penebar Swadaya.
  20. ^ BPOM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI.
  21. ^ Majalah Farmasi Indonesia. 2008. Ekstrak Etanolik Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 12–19
  22. ^ Giri, S., Idle, J. R., Chen, C., Zabriskie, T. M., Krausz, K. W., & Gonzalez, F. J. (2006). A metabolomic approach to the metabolism of the areca nut alkaloids arecoline and arecaidine in the mouse. Chemical research in toxicology, 19(6), 818–827. doi:10.1021/tx0600402
  23. ^ Lee, K. M., Jeon, J. Y., Lee, B. J., Lee, H., & Choi, H. K. (2017). Application of Metabolomics to Quality Control of Natural Product Derived Medicines. Biomolecules & therapeutics, 25(6), 559–568. doi:10.4062/biomolther.2016.249
  24. ^ Coedes, G. (1930). "Les inscriptions malaises de Çrivijaya", BEFEO tome 30(1): 29-80.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]